بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Apabila engkau diundang, penuhilah undangannya
Dalam surah Al-Ahzab ayat ke 53 Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلَّا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَىٰ طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَٰكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلَا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ ۖ وَاللَّهُ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ ۚ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ۚ ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ ۚ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah”. (QS. Al-Ahzab : 53).
“Tetapi jika kamu diundang maka masuklah”, kata para ulama terutama jika undangan pernikahan, ulama kita mengatakan:”Wajib dihadiri selama tidak ada maksiat didalamnya”. sebagaimana disebutkan dalam hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, dalam sunan Abi Daud dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَمَنْ تَرَكَ (وَفِي لَفْظٍ لِمُسْلِمٍ: وَمَنْ لم يُجِبِ) الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ
“Siapa yang meninggalkan (dalam lafadz al-Imam Muslim: tidak memenuhi) undangan, dia telah bermaksiat kepada Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya”. Dalam hadist yang lain Rasulullah bersabda:
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيْمَةِ فَلْيَأْتِهَا
“Apabila salah seorang dari kalian diundang acara walimah, hendaknya dia menghadirinya”.(HR . Al-Bukhari no. 5173 dan Muslim no. 3495, dari Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘anhuma).
Menjawab undangan merupakan sunnah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, bahkan Rasulullah menjawab semua undangan para sahabat baik yang kaya maupun yang miskin, Rasulullah menjawab undangan dari Ummu Sulaim ibu dari Anas bin Malik yang terkenal dengan kefakirannya bahkan sejadah yang digunakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam itu sudah lusuh disebabkan karena telah lama dipakai
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab undangan walaupun hidangannya cuma 1 kaki kambing yang merupakan makanan sederhana bagi orang arab, jadi apapun hidangannya walaupun sederhana kita wajib menjawab undangan saudara kita, terlebih lagi jika ia bahagia dengan kehadiran kita. Andaikan kita diundang dan sedang dalam keadaan berpuasa sunnah maka tidak mengapa kita berbuka demi untuk menyenangkan dan membahagiakan saudara kita, bahkan terkadang lebih afdhal kita berbuka.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah diundang beliau menjawab undangan tersebut bersama dengan beberapa orang sahabat dan ada diantara sahabat yang berpuasa, Rasulullah kemudian berkata:”Saudara kamu sudah memberatkan diri menyiapkan hidangan seperti ini“, Rasulullah kemudian menyuruhnya untuk berbuka dan makan bersama dengan beliau. Namun hal ini bisa dilihat kondisi dan keadaannya, karena Rasulullah dalam hadist yang lain beliau bersabda:
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ. فَإِنْ كَانَ صَائِمًا فَلْيُصَلِّ، وَ نْ كَانَ مُفْطِرًا فَلْيَطْعَمْ
“Apabila salah seorang dari kalian diundang, hendaknya dia memenuhinya. Apabila dia sedang berpuasa, hendaknya dia mendoakan. Namun, jika dia tidak berpuasa, hendaknya dia makan”. (HR . Muslim no. 3506).
Jadi yang puasa tetap hadir, jangan menjadikan puasa sebagai halangan untuk tidak menghadiri undangan saudara kita, kita datang dengan mengucapkan selamat kepadanya, jika kita tetap melanjutkan puasa maka itu merupakan hak kita asalkan jangan minta dibungkuskan makanan oleh yang punya hajat, adapun jika ia memberi makanan kepada kita sebagai bekal buka puasa dan membuat ia bahagia maka tidak mengapa diterima dan dibawa pulang.
Wallahu A’lam Bish Showaab
Silahkan Share, Semoga Bermamfaat!!!
Penulis: Ustadz H. Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu
(Direktur Markaz Imam Malik, Dosen STIBA Makassar)