بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيم
MUJAHID DAKWAH.COM, Jakarta, – Badan Hukum Perkumpulan Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (BHP KSHUMI) menganggap pembakaran bendera Tauhid merupakan perbuatan pidana penista agama.
“Ketentuan Pasal 156a KUHP tersebut di atas terdapat dua jenis tindak pidana penodaan agama, yaitu Pasal 156a huruf a KUHP dan Pasal 156a huruf b KUHP. Apabila terpenuhi salah satu bentuk unsur dari huruf a maupun huruf b saja, maka pelakunya sudah dapat dipidana,” kata Chandra melalui rilis, Selasa (23/10/2018).
Dia melanjutkan, unsur dengan sengaja, unsurnya cukup ungkapan perasaan yang dapat dilihat, diikuti dengan perbuatan pembakaran sebagai ungkapan perbuatan dengan sengaja, maka perbuatan pembakaran bendera Tauhid telah memenuhi unsur itu.
“Jadi, cukup dengan adanya perbuatan pembakaran bendera Tauhid, maka unsur sengaja telah terpenuhi,” ujar Chandra.
Unsur di muka umum, ia menambahkan, perbuatan oknum anggota ormas yang melakukan pembakaran di alun-alun atau di lapangan sudah memenuhi unsur di muka umum, karena yang dimaksud muka umum adalah cukup perbuatan itu dapat dilihat atau didengar oleh pihak ketiga, meskipun hanya satu orang saja atau perbuatannya (diketahui publik) atau tempat itu dapat didatangi orang lain atau diketahui/didengar publik.
Menurutnya, unsur mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan, unsur ini bersifat alternatif, yaitu cukup salah satu unsur dari pernyataan atau perbuatan permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap sesuatu agama yang dianut di Indonesia. bentuk perbuatan permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan adalah bersifat alternatif, cukup salah satu perbuatan tersebut, sudah terpenuhi unsur ini.
“Adapun perbuatan oknum anggota ormas yang mengambil bendera Tauhid dari salah satu peserta dengan alasan mengamankan, kemudian melakukan pembakaran, maka perbuatan itu memenuhi unsur perasaan dan perbuatan permusuhan dan penodaan sesuatu agama yang dianut di Indonesia,” terang Chandra.