بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيم
MUJAHID DAKWAH.COM, Sigi – Sore Sabtu (20/10) sekitar pukul tiga waktu Sigi, sembilan orang Relawan Wahdah Peduli berangkat menuju Kecamatan Lindu yang merupakan wilayah terluar dari Kabupaten Sigi.
Perjalanan menuju lokasi sejauh 64 kilometer. Setelah gempa, kondisi jalan masuk ke lokasi Taman Nasional Lore Lindu mengalami kerusakan parah. Perjalanan yang semula hanya ditempuh selama tiga puluh menit, pasca gempa harus ditempuh kurang lebih sejam.
“Itupun kalau tidak hujan pak. Kalau hujan ya bisa sampai sejaman lebih,” tutur Andi (47), warga Desa Tomado, Kec. Lindu, Kab. Sigi.
Selama perjalanan, tim relawan disuguhi pemandangan yang cukup menguji adrenalin. Mobil 4 WD yang mengangkut bahan-bahan pangan dan logistik akan disalurkan kepada warga di Desa Tomado, Kec. Lindu, Kab. Sigi.
“Wilayah itu sangat sedikit mendapatkan bantuan. Banyak di sana yang belum tersentuh bantuan,” ujar Nurhidayat, koordinator logistik dalam misi ini.
Beberapa tanah longsor menyambut kedatangan kami. Jurang-jurang menganga terlihat begitu menyeramkan dari atas mobil. Jalanan sempit, bebatuan terjal banyak bertebaran di atas jalan yang sudah ditutupi lumpur dan ranting-ranting kayu. Mobil meliuk-liuk di atas jalan yang terjal dan sempit.
Sesampainya di depan pintu gerbang Desa Namo, mobil relawan diberhentikan. Desa Namo sendiri merupakan tetangga dari Desa Tomado, tempat dimana Danau Lindu itu berada.
“Mobil tidak bisa masuk pak. Jalanan sudah ditutupi longsor. Motor saja yang bisa pak,” ujar Hamid (36), salah seorang warga di Desa Namo, Kec. Kulawi, Kab. Sigi
Logistik yang isinya berupa beras, air minum, minyak kelapa, snack, perlengkapan mandi, perlengkapan bayi, dan bahan bakar kemudian terpaksa diangkut dengan menggunakan motor.
Sekitar pukul lima sore, relawan Wahdah berangkat bersama sebelas orang laskar FPI dan beberapa warga. Motor yang berangkat sekitar sebelas motor.
Relawan Wahdah terbagi 2 kelompok, tiga orang berangkat lebih awal,baru disusul kelompok kedua empat orang. Di tengah perjalanan, hujan deras turun. Longsor dari arah samping mulai parah. Jalanan sudah tak bisa lagi dilewati oleh kendaraan.
“Turunkan barangnya pak. Kita lari saja,” teriak salah satu warga yang mulai panik.
Kegaduhan mulai terdengar sahut menyahut. Beberapa relawan juga tampak membaca zikir-zikirnya. Kondisi gelap, diguyur hujan deras menciptakan suasana yang sangat mencekam.
Kelompok yang lebih dulu berangkat mereka meneruskan perjalanan, kami yang menyusul berangkat memilih putar balik ke lokasi awal. Tak berapa lama kemudian teriakan warga terdengar melantang dari jauh.
“Tiga orang relawan Wahdah dan warga terjebak longsor. Kami tidak tahu apakah mereka selamat atau tidak,” jelasnya.
Jujur saja, saat berita itu sampai, kondisi psikis relawan lainnya mulai terganggu. Beberapa orang memilih mundur dan segera lari menyelamatkan diri. Namun ada juga yang memilih mencari relawan dan warga tersebut.
Lama berembug, akhirnya disepakatilah agar semua yang ada di lokasi bersama-sama untuk lari sekencang-kencangnya menyelamatkan diri terlebih dahulu.
Motor yang dipakai kandas di tengah lumpur. Relawan dan warga memilih untuk berjalan kaki. Entah berapa titik longsor yang membawa lumpur terlihat di sepanjang jalan.
Ada yang tenggelam hingga betis namun ada pula yang tenggelam hingga pusarnya sampai tenggelam sampai leher. Beberapa relawan tampak meringis kesakitan karena terluka akibat batu-batu tajam yang berserakan.
Ada ikhwa yang luka betisnya, kami terus berusaha lolos dari jebakan lumpur dengan tendang lumpur ke atas karena dari atas tebing terus longsor sambil jalan merangkak sembari berenang
Zikir dan nekad menyeberang pulang mengandalkan sinar rembulan dan sedikit senter yang dibawa relawan FPI. Sebelum tenggelam lebih dalam, saya tarik nafas biar sedikit ringan dan pijak ke batu yang agak tajam
Warga yang datang membantu berenang, kami ditarik dengan tangan dan kayu dan diseret sambil longgarkan badan. Salah satu relawan FPI yang sampai leher lumpurnya sampai sesak nafas, ditarik lebih awal oleh warga
Saya mengalami luka di tangan dan telapak kaki baru terasa perih waktu jelang shalat subuh. Setelah lolos dari longsor hampir dua jam, kami tiba kembali di lokasi awal pendakian.
Tim relawan yang selamat dari maut kemudian mencari-cari sinyal untuk menghubungi relawan dan warga yang diperkirakan terjebak di balik tanah longsor.
Relawan kemudian menginap di Desa Namo, Kec. Kulawi, Kab. Sigi tepatnya di sebuah Mushola Darurat warga sekitar.
“Jangan kuatir pak. Sudah ada warga kami yang selamatkan beliau semua. Mereka aman dan saat ini menginap di rumah-rumah warga,” ucap warga.
Beberapa relawan langsung sujud syukur seketika itu juga. Melanjutkan Lagi Perjalanan, 1 Jam Jalan Kaki, Baru Naik Motor Selama 2 Jam
Keesokan harinya, Ahad (21/10) perjalanan kemudian dilanjutkan. Relawan berjalan selama sejam lamanya kemudian menggunakan motor yang sempat ditinggalkan saat malam.
Beberapa kali motor harus diangkat melewati pepohonan yang sudah tumbang bahkan tenggelam ditengah lumpur.
“Alhamdulillah baru sampai setelah melakukan perjalanan selama tiga jam lamanya dari pintu gerbang Taman Nasional Lore Lindu,” ucap Hasyir, relawan yang ikut dalam rombongan ini.
Menurut warga, Irwan (34), bantuan masuk Ke desa ini sangat terbatas jumlahnya. Akses jalan melalui jalur darat lumpuh. Hanya roda dua yang bisa masuk. Bantuan ini hanya maksimal jika menggunakan helikopter.
“Itupun kalau dibagi kami hanya mendapatkan sedikit saja. Palingan beras satu liter dan mie lima bungkus per KK. Bantuan juga baru datang kalau sudah satu minggu,” ungkapnya.
Selama ini kata Irwan, mereka hanya menunggu datangnya bantuan. Meski sedikit, tetapi ia bersama warga muslim lainnya selalu bersyukur.
Di Perkampungan muslim yang berada di lorong Arab, Desa Tomado, Kec. Lindu,setelah memasuki pekan ketiga fase tanggap darurat, dibentuk Posko Bersama oleh relawan Al Khairaat, FPI, Wahdah Islamiyah dan Annas.
Posko bantuan ini berada di Yayasan al khairaat SPS TPQ Al Hidayah Al Khairaat Tomado Desa Tomado, Kec. Lindu, Kab. Sigi, Sulawesi Tengah, tepat didekat Danau Lindu.
Sambil menunggu helikopter, relawan menginap di rumah-rumah penduduk di sekitaran Danau Lindu.
Alhamdulillah Senin Pagi (21/10) bantuan helikopter TNI AU tiba mengangkut Relawan dan beberapa warga, sekitar pukul 10.30 Wita sudah mendarat di Bandara Palu (*)
Laporan: Zulkifli Tri Darmawan
(Relawan LAZIS Wahdah Islamiyah)