بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيم
Hal pertama yang harus dilakukan sebelum membuat atap, Ialah membuat tiang-tiangnya lebih dulu. Dalam membuat tiang-tiang itu pastilah tidak dengan cara tetap. Ada yang lambat, ada yang cepat, pun ada yang rancu Tiang-tiang itu ada banyak macam, bentuk dan cara menatap. Ada yang lembut, ada yang keras, sebagian ada yang baru “Yang terpenting adalah membangun tiang untuk atap yang sama nantinya”
Paparan Rekontruksi Atap, hal pertama yang harus dilakukan sebelum menciptakan Islam kaffah di sebuah negeri-khususnya di Indonesia yang sarat keberagaman-(membuat atap/naungan yang sama) adalah menyuburkan Organisasi Masyarakat berbasis Islam lebih dahulu di negeri tersebut. Semua orang akan berpikir bahwa, bagaimana mungkin atap diusahakan untuk dibangun sedang tak ada tiang yang akan menyanggahnya? Sejauh ini belum ada teknologi mutakhir yang menciptakan atap melayang.
Mungkin ada, namun itu adalah satu dari ribuan kemungkinan yang memang mukjizat Allah subhanahu wata’ala berperan penuh di dalamnya. Sama hal dengan persoalan Islam kaffah. Orang-orang akan berpikir bagaimana mungkin mengusahakan Islam kaffah untuk dimaklumkan di sebuah negeri lantas sangat kurang atau bahkan tak satu pun Organisasi Masyarakat berbasis Islam yang dibangun sebagai penyanggah, fondasi, atau tiang dari Islam itu sendiri. Islam butuh diperkenalkan sedikit demi sedikit sebelum Islam itu benar-benar mengalir menyeluruh di suatu negeri.
Dalam membuat serta mempelopori ormas-ormas Islam tersebut pastilah tidak dengan cara yang sama, konstan dan stabil (tetap). Dalam hal ini lebih cenderung dalam masalah progres yang dicita-citakan oleh ormas Islam yang bersangkutan. Ada banyak hal yang dicita-citakan. Ada banyak hal yang ingin dibenahi. Ada banyak hal ingin ditegakkan. Masalah Tauhid, Aqidah, dan pada sebagian yang lain mengusung cita-cita untuk mencari solusi dari problematika ummat.
Tak bisa dipungkiri bahwa yang menentukan keberlangsungan ormas Islam itu berjalan mulus adalah apa yang dicita-citakannya tersebut. Pada akhirnya, kita menemukan kenyataan bahwa ada ormas Islam yang progresnya berjalan seperti kura-kura, ada pula yang berlarian dengan cepat bak kelinci hutan.
Entah itu lambat atau cepat yang penting masih dalam aturan syar’i yang sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah. Yang jadi masalah adalah ketika ada ormas yang berjalan tak tentu arah dan terkadang salah jalur.Pastilah ormas tersebut sudah melanggar aturan, menyalahi dan menyimpang dari jalur yang disyariatkan atau bahkan mengada-adakan sesuatu sesuai dengan apa yang direkomendasikan nafsunya. Ormas yang lahir dengan pemikiran jahiliyah modern yang mengatasnamakan Islam untuk menutupi niat busuk mereka. Ormas seperti inilah yang nantinya menjadi aib bagi Islam. Merusak citra Islam di setiap sudut kehidupan. Menjadi sumber syubhat yang subur untuk diperdagangkan.
“Analoginya seperti ini. Ada sebuah atap tempat bernaung. Ada empat tiang yang menyanggahnya. Afdholnya, atap tersebut harus disanggah oleh tiang-tiang yang terbuat dari campuran pasir, kerikil, dan semen yang kokoh untuk menyanggah beratnya atap tersebut. Sebab sang arsitek berpikir bahwa atap yang berat akan kebal terhadap ribuan musim dan kunyahan zaman.
Pada kenyataannya salah satu dari keempat tiang tersebut ada tiang palsu yang pura-pura jadi tiang kokoh seperti tiang ketiga lainnya. Padahal tiang palsu tersebut terbuat dari kapas, sterofom lalu dibalut dengan kulit telur. Yang terjadi selanjutnya adalah, atap yang tadinya sudah terpoles dengan rapi, kuat dan begitu sempurna kini terjatuh dan pecah berkeping-keping.
Yang salah bukan arsiteknya melainkan para pekerja dan tentu saja sang pelopor tiang palsu”
Di samping itu ditemukan banyak ormas Islam yang memperkenalkan nama di masyarakat dengan berbagai bentuk dan cara pandang. Ada beberapa ormas yang menjunjung tinggi toleransi mengenai perbedaan manhaj dan memaklumkan adanya perbedaan mengenai pandangan antar mashab. Adapula beberapa ormas yang memang menutup diri dari yang namanya perbedaan manhaj ataupun mashab. Di samping keduanya ada lagi ormas yang masih seumuran jagung yang bertahan dengan kesederhanaan. Ketiganya sama-sama punya alasan yang kuat. Masing-masing memiliki dalil yang mendasari sikap mereka.
Intinya adalah ormas-ormas Islam ini sama-sama memperjuangkan cita-cita yang sama yakni kaffahnya Islam di suatu negeri-khususnya Indonesia yang sarat keberagaman.
Penulis: Ahcmad Ridwan Palili
(Anggota Jurnalis FSI RI UNM, Pengurus LDF PUSDAM FBS UNM, Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Negeri Makassar)