بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيم
“Pendidikan merupakan proses transformasi kesadaran diri untuk menuju sebuah pengetahuan dan perbaikan” (Imam Al-Gazali).
Merujuk pernyataan Imam Al-Gazali di atas, sesungguhnya pendidikan adalah dasar pokok dalam diri manusia yang tak bisa dipisahkan. Pendidikan tidak mengenal ruang dan waktu. Artinya, sebuah pendidikan tidak dibatasi oleh tebalnya tembok bangunan sekolahan dan juga sempitnya waktu yang diberikan untuk belajar.
Tanggal 2 Mei bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional. Tanggal tersebut dijadikan sebagai hari lahirnya Pendidikan Nasional atau yang kita sebut Hardiknas, dimana diambil dari lahirnya salah satu tokoh perjuangan pendidikan di Indonesia, yakni Bapak Ki Hajar Dewantara. Beliau adalah tokoh yang berjasa memajukan pendidikan di Indonesia.
2 Mei mestinya bisa menjadi momen untuk mereflesikan kembali aral pendidikan nasional di Indonesia. Dengan kata lain, Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada 2 Mei harus menjadi momen bermuhasabah tentang konsep dan sistem pendidikan nasional.
Momentum peringatan Hardiknas, sejatinya menjadi salah satu kesempatan untuk meningkatkan perhatian kita terhadap pendidikan. Hari ini, seluruh komponen bangsa baik yang terjun langsung dalam dunia pendidikan maupun tidak, lalu menatap masa depan dengan penuh keyakinan dan komitmen yang jelas, sesuai dengan peran dan kemampuan masing-masing.
Potret generasi Indonesia saat ini sungguh mengerikan dan mengenaskan. Semakin berkembangnya teknologi dalam dunia pendidikan ternyata tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan moral para siswa dan mahasiswa.
Fakta maraknya tawuran antar pelajar dan demonstrasi para mahasiswa yang didominasi oleh tindak kekerasan, kehancuran moral remaja dan rendahnya akhlak generasi yang ditunjukkan dengan maraknya seks bebas tidak bisa kita pungkiri.
Melihat fakta rusaknya generasi saat ini, tidak salah jika banyak pihak yang mengandalkan sektor pendidikan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Alasannya adalah karena pendidikan yang mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi saat ini dan pendidikan merupakan pilar peradaban tempat lahirnya generasi berkualitas.
Kita tahu bahwa suatu sistem pendidikan sangat dipengaruhi oleh warna kebijakan dan perangkat sistem sebuah negara. Sistem pendidikan tidak akan pernah lepas dari aturan perundang-undangan yang lahir dari sistem politik, serta kualitasnya tidak akan pernah terlepas dari kemampuan pembiayaan pendidikan yang ditentukan oleh negara tersebut. Dengan kata lain sistem pendidikan tidak akan pernah bisa lepas dari sistem politik dan ekonomi dari sebuah negara.
Sistem pendidikan yang buruk tentulah memiliki pengaruh bagi kemajuan sebuah negara. Karena bagaimanapun juga, majunya sebuah negara selalu berbanding lurus dengan bagusnya sistem pendidikan di negara tersebut. Sejarah telah membuktikan, bagaimana majunya Dinasti Abbasiyyah (132-656 H) yang ditopang oleh kemajuan ilmu pengetahuan pada masa itu, ini terbukti dengan lahirnya ilmuan-ilmuan dunia yang terkenal seperti Ibnu Sina (Avicenna) di bidang kedokteran, al-Khawarizmi di bidang matematika (yang menciptakan ilmu al-jabar), al-Farabi (seorang ahli filsafat yang banyak menerjemahkan buku-buku Yunani kuno seperti kitab politeis Plato), dan banyak lainnya.
Tapi, nampaknya potret sejarah itu tidak menjadi wacana bagi para pemimpin negeri ini dalam memajukan pendidikan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini jelas terlihat dari berbagai survei. Menurut Tabel Liga global yang diterbitkan oleh Firma Pendidikan Pearson, dari beberapa negara Indonesia berada di posisi terbawah bersama Meksiko dan Brasil, dimana posisi puncak di tempati oleh Finlandia dan Korea selatan.
Seharusnya, dewasa ini yang menjadi perhatian besar pemerintah ialah bagaimana memajukan pendidikan di negeri ini. Karena jika ilmu sudah berkembang di sebuah negara maka secara perlahan negara itu akan keluar dari keterpurukannya. Sebagaimana Malaysia pada tahun 70-an, peringkatnya sangat jauh di bawah Indonesia. Tapi, seiring berjalannya waktu, negara ini mulai bisa bersaing dengan negara-negara yang lain. Hal ini terjadi karena andil besar dari sarjana-sarjana mudanya, di mana dahulu pemerintah Malaysia mengirim putera-puteri bangsanya ke luar negeri untuk menuntut ilmu, bahkan di Universitas-universitas Indonesia dahulu banyak dijumpai mahasiswa-mahasiswa dari Malaysia. Dan sekarang mereka telah ‘panen’ karena mahasiswa-mahasiswa yang dikirim ke luar negeri itu telah kembali ke negaranya dan ikut serta membangun perekonomian negaranya.
Karena itu, momen di hari pendidikan nasional ini mari kita tanamkan pemikiran-pemikiran yang menyeluruh. Diantaranya upaya memperbaiki dari segi aspek ekonomi, sosial, pendidikan, politik dan lain-lain. Pemikiran tersebut harus dilandasi dari Aqidah dan sistem pendidikan Islam yang telah di contohkan oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasallam kepada ummat-Nya sebagai solusi pemecahan setiap masalah kehidupan.
Untuk mewujudkan kebangkitan kita harus melakukan perubahan secara aktif, Indonesia sebagai negeri mayoritas umat Islam terbesar seharusnya menjadi lakon dari perubahan ini, caranya adalah dengan berdakwah. Dakwah secara individu dan kolektif dilakukan oleh setiap individu yang telah baligh. Dakwah yang mengajak kepada perubahan yang hakiki yakni melanjutkan kembali kehidupan Islam.
Agar Indonesia mampu bangkit, agenda mendesak yang harus dilakukan adalah mensosialisasikan Islam secara masif, sehingga tumbuh kesadaran di tengah-tengah umat bahwa Islamlah satu-satunya solusi yang shahih bagi semua problematika yang ada. Tanpa Islam bangsa ini akan makin tepuruk dan tidak akan pernah bangkit dan maju sampai kapanpun.
Sudah saatnya pendidikan kita bangkit, hanya dengan Islam Negeri yang kita cintai ini akan sejahtera, pendidikan akan merata ke semua warga negara Indonesia baik muslim maupun non muslim tidak hanya pada kalangan atau orang yang mampu saja sedangkan yang miskin dilarang cerdas karena biaya pendidikan yang mahal, perekonomian akan mampu mensejahterakan rakyat, peradilan akan jalan sesuai dengan aturan Allah subhanahu wata’ala tidak berat sebelah dalam artian ibarat pisau tajam ke bawah tumpul ke atas seperti yang terjadi saat ini (orang yang tidak mampu di adili sampai tuntas ketika melakukan tindakan kriminal).
**********
Penulis: Muhammad Akbar, S.Pd
(Penulis, Guru, Mahasiswa PPS UNM, Founder Mujahid Dakwah.Com)
Demikian Semoga Bermamfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…
Artikel : www.mujahiddakwah.com (Menebar Dakwah dengan Al-Qur’an dan Sunnah)
📡 Kunjungi Kami di akun sosial Mujahid Dakwah.Com
📲 Facebook : https://goo.gl/Z63qri
📲 Instagram : https://goo.gl/jxmgHQ
📲 Twitter : https://goo.gl/H6DrwK
📲 Youtube : https://goo.gl/xmf1Vi
📲 Telegram : https://goo.gl/9e3ZBe
🌍 Website : http://mujahiddakwah.com
🎗 Sponsor : Kokoh Ikhwah
(Fb : Kokoh Ikhwah. https://goo.gl/1UyF8e)
(Info Pemesanan, WA +62 852-5475-7734)
(Ingin Jadi Sponsor, Pasang Iklan di Grub dan di website??)
(Silahkan chat nomor di atas)