Tahun ini saya pilih dan kampanyekan Kotak Kosong, saya kecewa kepada Bupati Bone, Kata ayah saya sewaktu datang kerumah di Enrekang beberapa waktu lalu.
Tentu saja saya kaget, betapa tidak, lima tahun lalu, dia mati-mati kampanyekan Andi Pashar M Padjalangi yang berpasangan dengan Ambo Dalle itu, yang tahun ini kembali berpaket. Namun sekarang malah mati-matin menjadi pioner kotak kosong. “Saya kecewa sebab janji-janjinya untuk membangun jalan di Watang Cani tidak terbukti, padahal jalanan di Kabupaten Sebelah (Maros) lewat Camba semua sudah beton’” kata ayah dengan serius.
Dia lalu menambah, di desa sebelah, lima tahun lalu datang kampanye, orang-orang minta tolong agar dibangunkan jalanan beton cukup dua kilo. “Tidak dua kilometer, saya akan bangun enam kilometer untuk desa ini!” Kata Pashar sesumbar yang ternyata setelah lima tahun duduk di singgasana janji itu tinggal janji.
Dalam hal ini, saya berseberangan dengan ayah saya. Sebab saya tetap mendukung petahana, alasan saya sederhana saja, Jika kotak kosong menang, belum jelas siapa jadi Bupati di Bone. Tapi ayah saya tetap ngotot, Pokoknya kotak kosong, katanya semangat. Kemungkinan besar para pendukung kotak kosong di mana pun berada tidak jauh beda dengan ayah saya. Susah dapat masukan, namun sebagai anak, saya sangat maklum dan menghargai keputusannya.
Sambil berpesan, Kalau Ayah pilih kotak kosong silahkan, kalau dikampanyekan pun silahkan, tapi jangan berlebihan sebab nanti bisa bermasalah.
Seperti takdir. Tempat lahir dan tempat saya menetap saat ini masing-masing mengusung calon tunggal yang berhadapan dengan kotak kosong. Maka, saya pun menulis “Penomena Kotak Kosong” agar menjadi bahan renungan generasi mendatang, serta jadi setitik tanda sejarah demokrasi di Bone dan Enrekang.
****
Perhelatan Pilkada Serentak tahun ini memiliki dinamika tersendiri. Salah satu yang cukup menyita perhatian dan pikiran adalah munculnya calon tunggal atau peserta calon kepala daerah tanpa lawan.
Besar kemungkinan aturan atau undang-undang yang membolehkan terjadinya calon tunggal disebabkan secara alamiah. Artinya memang cuma satu pasang calon yang berniat maju pada daerah tersebut, lalu tidak ada calon lain yang benar-benar memiliki upaya ikut berkontestasi dengan cara mendaftar ke Partai politik, atau melakukan sosialisasi di tengah masyarakat sambil menggalang dukungan dan mengumpulkan KTP sebagai tanda dukungan maju sebagai calon peserta Pilkada.
Uniknya atau bahkan anehnya, sekian bakal calon yang dulunya menggebu-gebu begitu antusias dan semangat melakukan sosialisasi pada akhirnya berguguran. Sebut saja Enrekang sebagai contohnya. Ketika partai buka pendaftaran calon Bupati Enrekang, banyak yang datang mendaftar kepada seluruh partai yang punya kursi di DPRD Enrekang.
Partai dimaksud adalah PAN, Golkar, Gerindra, Demokrat, PKS, Hanura dan PBB. Kecuali Nasdem yang tidak buka pendaftaran sebab Ketua DPD saat itu, Amiruddin yang juga sebagai Wakil Bupati berniat naik gelanggang melawan paket dan atasannya, Muslimin Bando (MB).
Ada pun nama-nama yang ikut mendaftar sebagai calon Bupati Priode 2018-2023, bukan 2018-2013 adalah: Andi Nurhatman, Masrur Makmur Latanro, Amiruddin, dan Muslimin Bando. Pada akhirnya seluruh calon berguguran kecuali MB yang menggaet Asman senagai pasangannya. Akhirnya majulah satu calon, MB-Asman sebagai pasangan tunggal pilkada Enrekang 2018.
Lalu muncul pertanyaan, apakah munculnya paslon tunggal di Enrekang dan berbagai daerah lainnya dalam Pilkada 2018 ini merupakan proses alamiah atau ada usaha-usaha untuk menjegal calon lainnya?
Tentu saja pertanyaan ini rumit dijawab sebab mayoritas (bukan semua) partai politik saat ini tidak lagi memiliki idealisme sebagaimana ketika didirikan. Partai politik lebih menjunjung nilai-nilai pragmatisme. Saat terjadi perhelatan dalam Pilkada, maka sangat sulit mengusung calon yang tidak punya tingkat keterpilihan yang rasional, disebut elektabilitas walau mungkin sang calon punya akuntabilitas yang bagus, dan berasal dari kadernya sendiri. Dalam hal ini, MB masih merajai elektabilitas, walau digabungkan seluruh calon bupati Enrekang, dia masih terlalu jauh di depan.
Dalam Pilkada Enrekang maupun Bone, dua-duanya serupa, tidak ada partai yang ingin mengambil resiko, kalaupun ada maka kursinya tidak mencukupi. Untuk Enrekang, PBB dan PKS adalah calon penantang yang cuma punya 4 kursi jika digabungkan keduanya. Sementara syarat mengusung calon minimal 6 kursi. Kedepan, jika ingin lebih cerdas, semestinya bagi calon kontestan pilkada harus ada batas minimun dukungan dan batas maksimun agar calon tunggal dapat dihindari.
Jadi anggapan bahwa calon tunggal muncul karena yang bersangkutan terlalu rakus tentu tidak benar. Calon tunggal muncul karena para partai tidak punya nyali mengusung kadernya masing-masing diiringi dengan usaha keras calon tunggal untuk mendapat partai sebanyak mungkin agar tingkat kemenangannya juga lebih besar. Semua calon berhak menggaet partai sebanyak mungkin sebab dibolehkan oleh undang-undang.
Seorang politikus memang harus punya ambisi dan siap bertarung sampai tetesan keringat terakhir, sebab jabatan saat ini tidak akan mungkin diraih dengan duduk diwarkop berhalo-halo, atau tinggal di teras rumah berpangku tangan, atau hanya sekadar menengadah ke langit memohon kepada Tuhan agar malaikat menurunkan kursi partai di hadapannya. Politik saat ini adalah dunia ambisi yang diiringi oleh kecerdasan, kecerdikan, dan intrik.
Singkat kata, muncul kotak kosong. Awalnya kotak kosong sebenarnya hanya sebagai pelengkap kotak di bilik suara. Artinya pada awal kemunculannya, ketika orang masuk di bilik suara untuk mencoblos, maka disediakan dua kotak. Satu kotak diisi oleh foto dan nama pasangan calon tunggal, kotak lainnya disediakan bagi yang tidak memilih calon tunggal tersebut. Sekarang, dalam bilik suara cuma ada satu kotak, kotak kosong tidak ada lagi. Gantinya, kotak kosong dibuatkan gambar kotak putih bergaris hitam pada samping gambar dan nama calon tunggal.
Karena pemerintah berasumsi bahwa itu hanya sebuah kotak kosong, maka tidak dibuatkan regulasi khusus, akhirnya terjadi masalah.
Sebab para balon bupati yang tidak dapat masuk gelanggang pilkada menyatu menjadi lawan bagi calon tunggal. Perlawanan manjadi satu lalu membuat semacam aliansi yang disebut ‘Laskar Kotak Kosong’, gerakannya cukup masif bahkan lebih aktif dari calon tinggal.
Alat praga pun demikian, beterbaran di mana-mana. Semula diperkirakan bahwa Pilkada 2018 di Enrekang dan Bone akan adem ayem saja, tiba-tiba terasa lebih dinamis dibandingkan daerah lain yang punya calon kontestan lebih dari satu.
Tentu saja dalam konteks demokrasi itu sehat. Sebab baik di Bone maupun Enrekang yang dua-duanya petahana tidak akan berlaha-leha menunggu kemenangan. Usaha tetap ekstra, para tim harus bekerja, tidak boleh hanya datang cari-cari muka, melapor daerah sini sudah saya kuasai. Bahkan ada yang jumawa berkata, Saya sudah kuasai enam desa. Hati kecil saya menjawab, Kamu berbohong. Tim pemenang semacam ini ada baiknya jika dikandangkan, sebab besar kemungkinan jika jagoan terpilih kembali dia paling pertama minta jatah proyek, jika kalah, dia yang langsung lenyap batang hidungnya.
Ada pun kotak kosong yang tidak diatur secara spesifik, akan lebih baik jika tau diri. Jangan melakukan kampanye di malam hari, sebab itu mengganggu orang untuk istirahat. Termasuk ketika kampanye hindari mengeluarkan kata-kata kasar dengan menghina lawan dari segi fisik, sebab itu menghina ciptaan Allah. Misalnya mengatai seseorang sebagai ‘Si Botak’. Kampanye semacam ini hanya ada di jaman batu, tidak relevan lagi pada jaman now.
Semestinya yang dibangun adalah simpati bukan antipati. Teori membangun simpati itu dengan cara mengemukakan visi misi. “Pilih pemimpin yang punya visi misi dan jangan pilih pemimpin dengn visi dan misi yang kosong,” kata Ambo Masa dalam Musda MUI Enrekang 2018.
Dalam kampanye tidak boleh hanya mencela dan mencerca, apalagi tiada hari tanpa cela. Metode semacam ini hanya ada di dunia monyet. Dia menunjuk temannya, hei kau monyet, padahal ia juga monyet.
Pesan terakhir, ketahuilah jika sebuah tindakan melampaui batas maka ia akan balik menyerang. Demikian petuah dari Arab. Kullu sya’i idza jawazal had in’akasa. Melakukan kampanye negatif yang melampaui batas akan melahirkan antipati dari masyarakat luas.
Dan, mari menyadari bahwa Allah akan menutup aib kita selama kita menutup aib orang lain. Begitu sabda Nabi. Dan, andai saja Allah buka aib kita, maka kita adalah manusia paling hina. Maka jangan kampanye dengan berisi paparan aib orang lain. Kedepankan nilai positif, utamakan ukhuwah, sportivitas, bekerja keras, sambil beribadah dan berdoa. Setelah itu serahkan kepuusan kepada Allah. Wallahu A’lam!
Dr. Ilham Kadir
Pasar Tanah Abang, Blok B, Jakarta. Sabtu, 21 April 2018.
*Penulis merupakan alumni Doktor Pendidikan Islam UIKA Bogor. Berasal dari Bontocani-Bone dan Menetap di Batili-Enrekang.